Sejarah TGH. Djuaini Muchtar

Sejarah

TGH. Djuaini Muchtar

A. Kelahiran dan Silsillahnya
Almagfurullahu TGH. Muhammad Djuanini Muchtar dilahirkan di Kampung Pancor Jero, Lombok Timur pada tanggal 18 Agustus 1929 M. bertepatan dengan 11 Shafar 1348 H. Ayah beliau bernama H. Muchtar bin H. Muhammad Qasim alias Jero Mihram. Sedangkan ibunya bernama Hj. Husniyah binti H. Abdul Muhid. Kakek beliau Jero Mihram (H. Muhammad Qasim) adalah seorang bangsawan terpandang dan sangat disegani pada masa pemerintahan “Raja Anak Agung Karang Asem” berkuasa di Pulau Lombok. Jero Mihram adalah Kepala Desa Pancor dan beliaulah yang pertama kali membangun masjid Jami’ “At Taqwa Pancor” pada tahun 1885. kemudian direnovasi sesudah satu abad oleh almagfurullah TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid tahun 1985.
Jero Mihram juga terkenal sebagai seorang pengarang, dengann karyanya “Tembang Monyeh” yang berisi syari’at, tarikat, dan hakikat. Tetapi diselipkkan temtamg percintaan dan kesaktian seekor monyet yang nakal untuk menarik sampah dan menghibur raja “Anak Agung” yang sedang mengadakan pesta besar. Jero Mihram mempunyai beberapa orang istri dan banyak putra putri yang menjadi orang alim, keturunannya juga terkenal cerdas-cerdas.Dan untuk diketahui, kakek buyut Jero Mihram yang bernama Ama Demung adalah pendiri desa Pancor.
H. Muhammad Qasim diberi gelar Jero Mihram karena menjadi kepala Desa Pancor pada waktu itu dan setiap tahun pergi berhaji, menjadi muhrim bagi keluarganya sampai beliau meninggal dunia diatas kapal laut, ketika kembali dari Mekkah seusai mengerjakan ibadah haji, sehingga makam beliau terkenal di “Tengah Samudra” atau “Segare Galuh”. Sedangkan silsilah dari neneknya “Le Silah” alias Inaq Muhammad Tahir alias Papuk Manis binti Ali. Berasal dari Tanak Beak Narmada. Beliau disebut “Papuk Manis” karena terkenal cantik jelita. Ali ayah dari Papuk Manis ini jika ditelusuri silsilahnya merupakan keturunan Sultan Alahudin. Berarti TGH. Muhammad Djuaini Muchtar masih memiliki hubungan darah dengan Sultan Alahudin, yang merupakan pendiri kerajaan Islam Goa.

B. Kehidupan Masa Kecil TGH. M. Djuaini Muchtar
H. Muhammad Qasim (Jero Mihram) mempunyai 28 orang anak diantaranya adalah H. Muchtar. H. Muhtar adalah hasil dari perkawinan beliau dengan Le Silah atau Inaq Muhammad Tahir alias Papuk Manis. Walaupun ayahnya terkenal sebagai penguasa dan kaya raya tetapi keluarga H. Muchtar amat sangat sederhana, lebih-lebih setelah beliau menikah dengan Le Nuramin alias Hj. Husniyah. H. Muchtar berpropesi sebagai tukang jahit pakaian dan sangat amanah terhadap para pelanggannya, sampai-sampai kain perca (kain sisa) sebesar jaripun beliau kembalikan. Ketika, H. Djuaini berumur 10 tahun, H. Muchtar meninggal dunia, maka resmilah H. Muhammad Djuaini dan 6 orang saudara beliau menjadi yatim.
Untuk menghidupi ke 6 orang putra-putrinya, Hj. Husniyah berjualan makanan dan nasi bungkus. H. Djuainilah yang menjadi pedagang dan menjajakannya kepada orang-orang yang lewat, karena saat itu rumah beliau berada di pinggir jalan. Kehidupan keluarga beliau penuh dengan  ketakwaan, kesederhanaan dan kesabaran, Hj. Husniyah adalah seorang ibu yang salehah dan penuh kasih sayang terhadap putra-putrinya. Disamping membantu ibu beliau berjualan, H. Djuaini juga membantu ibunya merawat dua orang adiknya, sehingga bahu kiri beliau lebih rendah dari pada bahu kanan, karena terlalu sering menggendong adik-adik beliau setelah berjualan dan sepulang sekolah.
H. Muhammad Djuaini terlahir 7 (tujuh ) bersaudara, yaitu :
1. H. Najmudin (lain ibu)
2. Hj. Hamliyah/Hj. Husniyah
3. H. Haerudin Muchtar
4. H. Muhammad Djuaini Muchtar
5. Hj. Hululiyah
6. H. Asmuni
7. Hj. Hudriyah (Hj. Nurhasanah)

C. Pendidikan

1. Pendidikan Keluarga
H. Muhammad Djuani sangat beruntung, karena mempunyai ibu yang solehah dan sangat sabar dan penyayang. Ibunda belliaulah yang meletakkan dasar pendidikan agama pada beliau, (beliau sering mengenang dan bercerita pada jama’ah pengajiannya) bahwa ketika beliau masih kecil dan tidur dengan Ibu beliau, beliau tidak diizinkan memejamkan mata sebelum disimak hapalan beliau oleh sang ibunda. Seperti, sifat 20, Al Fatihah, ayat kursi, bacaan-bacaan shalat dan lain-lain. Begitulah cara Hj. Husniyah menanamkan pendidikan agama pada putra-putri beliau.
Hal ini sesuai dengan mahfuzhat yang mengatakan; “Ibu adalah sekolah yang pertama”.
Hj. Husniyah sangat menyayangi H. Djuaini, setelah tua beliaupun ikut ke Tanak Beak Narmada, hingga beliau meninggal dunia pada hari rabu tanggal 19 Januari 1972 dan dimakamkan di kubur Gebong, tempat yang sama dengan makam TGH. Djuaini sekarang.

2. Sekolah Rakyat (SR)
Genap berumur 7 tahun H. Muhammad Djuaini  menyerahkan beliau untuk menuntut ilmu oleh ayah beliau H. Muchtar di SR (Sekolah Rakyat) selama 3 tahun, dan tamat pada tahun 1939.

3. Madrasah NWDI (Madrasah Ibtidaiyah)
Madrasah NWDI diresmikan oleh TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid pada tanggal 22 Agustus 1937 (15 Jumadil Akhir 1356 H) setelah mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda dengan izin yang diterbitkan oleh Kontoliu Oest Lombok pada tanggal 17 Agustus 1936. Peroses belajar mengajar di NWDI ini dibagi menjadi 2 (dua) tingkat, yaitu ;

1). Tingkat Tahdliriyah. Lama belajarnya 3 tahun. Pelajaran pada tingkat Tahdliriyah ini merupakan pelajaran pendahuluan. Materi pelajarannya berupa : Al Qur’an, Ibadah, Tauhid, Sirah, Bahasa Arab dan Muhadatsah. Yang diterima menjadi murid disini adalah mereka yang masih buta huruf latin atau sudah tamat SR tetapi belum bisa membaca Al Qur’an.
2).Tingkat Ibtidaiyah. Lama belajarnya 4 (empat) tahun sebagai lanjutan dari tingkah Tahdliriyah.  Yang diterima di tingkat Ibtidaiyah adalah mereka yang sudah tamat di tingkat Tahdliriyah atau sudah belajar Nahwu, Sharaf, Fiqih sekedarnya diluar madrasah. Masa pelajarannya 100% Agama, seperti di Madrasah Solatiyah Mekkah.

Setelah tamat SR, H. Djuaini dimasukkan ke Madrasah NWDI oleh ayah beliau H. Muchtar. Beberapa lama kemudian ayah beliau meninggal dunia. H. Muhammad Djuaini Muchtar sampai dua kali keluar masuk Madrasah NWDI,  hal ini disebabkan karena keadaan ekonomi ibu beliau sesudah meninggal dunia Ayah beliau dan faktor lain dalam keluarga besar keturunan Jero Mihram. Untuk  yang ketiga kali beliau masuk di Madrasah NWDI sampai tamat pada tahun 1948. dan setelah tamat di Madrasah Ibtidaiyah NWDI Pancor, beliau langsung diminta mengajar oleh TGH. Zainudin Abdul Majid.

4. Madrasah Tsanawiyah NW Pancor
Sambil menagajar di Madrasah Ibtidaiyah NWDI Pancor, TGH. Muhammad Djuaini Muchtar juga belajar di Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Wathan Pancor dan tamat pada tahun 1950. Setelah beliau tamat, beliau langsung dikirim oleh TGH. Muhammad Zainudin Abd Majid untuk membuka madrasah di Narmada.

5. Madrasah Menengah Atas (M.M.A)
Tidak hanya mengajar di Madrasah, TGH. M. Djuaini juga masih terus melanjutkan pendidikan beliau di Madrasah Menengah Atas, meskipun masuknya tidak rutin setiap hari. Dan berhasil lulus pada ujian ekstraning pada tahun 1964.

6. Pendidikan Guru Agama (PGA 6 tahun)
Setelah diangkat resmi menjadi Pegawai Negeri  TGH. M. Djuaini diitugaskan mengajar di 4 (empat) SD di Kecamatan Narmada, yaitu; SDN Tibupiling, SDN Batukumbung, SDN 1 Narmada dan SDN 2 Narmada dengan jam mengajar sebanyak 52 jam.
Sambil mengajar pada keempat SD tersebut, beliau juga ikut ujian ekstraning (ujian persamaan) Pendidikan Guru Agama 6 tahun, dan lulus pada tahun 1970.

D. Keluarga
Istri pertama : Hj. Zahratul Munawarah, Dikaruniai 14 orang anak, yaitu;
1.  (alm) Sya’dudin
2.  (alm) Muhibbah
3.  (alm) Fahriyah
4.  (alm) M. Jurjani
5.  (alm) Khairi Muchtar
6.  (alm) Hudan
7. Hj. Lutfiatun, S. Pd.I
8. TGH. Hasanain Djuaini, Lc. M.H
9. Hj. Muhsinatin, S. Ag
10. TGH. Khairi Habibullah, S. Ag
11. Hj. Ihsaniati Rahmani, S. Pd i
12. TGH. Kholilurrahman, M. Ag
13. (alm) Jalalul Majdi
14. Hj. Fatimatuzzahrah, S. Pd.I

TGH. M. Djuaini Muchtar menikah dengan Hj. Zahratul Munawarah pada tanggal 7 Oktober 1949 di Pancor Lombok Timur, pada saat itu beliau berusia 20 tahun dan istri beliau berusia 16 tahun. Setahun setelah menikah, TGH. M. Djuaini diperintahkkan oleh TGH. M. Zainudin Abdu Majid untuk membuka madrasah di Narmada, yang pada saat itu sedang merajalelanya ajaran Waktu Telu. Dan perintah ini adalah perintah pertama bagi abituren NW untuk membangun madrasah, yang sebelumnya madrasah NW hanya ada di Pancor.
Karena melaksanakan perintah guru beliau, TGH. M. Djuaini pindah ke Narmada dan meninggalkan istri beliau Hj. Zahratul Munawarah di Pancor yang masih melanjutkan sekolahnya. Selama berada di Narmada dan istri beliau di Pancor, TGH. M. Djuaini Muchtar mengunjungi istri beliau seminggu sekali, yaitu pada hari Jum’at dan kembali lagi ke Narmada pada pagi hari Sabtu menggunakan sepeda yang dipinjam dari H. Abdul Azhiem, Kepala Desa Tanak Beak waktu itu.
Hj. Zahratul Munawarah terkenal sangat cantik, pintar dan shalihah. Banyak sekali pemuda yang ingin menyunting beliau. Tetapi Ayah beliau sangat menginginkan beliau untuk menikah dengan TGH. M. Djuani Muchtar. Kemudian, karena banyaknya pemuda yang ingin menyunting beliau, diundilah nama-nama pemuda itu. tapi hingga tiga kali diundi, yang keluar tetaplah nama TGH. M. Djuaini Muchtar. Maka, menikahlah Hj. Zahratul Munawarah yang memiliki nama kecil Jahrah dengan TGH. M. Djuaini Muchtar.
Istri Kedua : Hj. Nurimin Masrurah, S. Pd I. Dikaruniai seorang putra bernama Hafizhurrohman Djuaini. Hj. Nurimin Masrurah adalah anak dari H. Muhammad Nurfahmi Kelana Sintung Lombok Tengah. Hj. Nurimin ini juga salah seorang murid beliau yang menjadi guru dan pengasuh pada masa-masa awal berdirinya Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putri Narmada. Beliau menikah tanggal 24 Maret 2000 setahun setelah istri pertama beliau meninggal dunia.

E. Perjuangan TGH. M. Djuaini Muchtar
TGH. M. Djuaini Muchtar bersama TGH. Afifudin Adnan diperintah oleh TGH. M. Zainudin Abdul Majid untuk membuka madrasah di Narmada pada tahun 1950. Sambil berdakwah melalui pengajian-pengajian ke pelosok-pelosok dusun untuk mengislamkan para penganut waktu telu dan memberikan ilmu pengetahuan agama kepada masyarakat umumnya dengan berjalan kaki, TGH. M. Djuaini mendirikan madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda NW Narmada pada tahun 1951. Dan madrasah inilah sebagai cikal bakal lahirnya madrasah-madrasah yang ada di wilayah Narmada khususnya dan Lombok Barat serta Lombok tengah pada umumnya. Karena alumni-alumni dari Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda inilah yang membantu beliau merintis berdirinya beberapa madrasah.
Selama 59 tahun beliau berjuang dan berdakwah, beliau berhasil merintis dan mendirikan beberapa madrasah dan lembaga social. Beberapa Panti Asuahan yang dirintis oleh TGH. M. Djuaini Muchtar ;
1. Panti Asuhan NW Mataram
2. Panti Asuhan A -Ikhlas NW Narmada
3. Panti Asuhan An-Nur NW Tanak Beak
4. Panti Asuhan An-Nur Putri NW Tanak Beak

Pada edisi ini yang akan dikupas agak mendetail adalah perjuangan TGH. M. Djuaini Muchtar pada lingkup Yayasan Perguruan Pondok Pesantren NW Narmada. Yayasan Perguruan Pondok Pesantren NW Narmada beliau dirikan pada tahun 1986 dengan akte notaries no 45 tannggal 9 Januari 1986 dengan tujuan untuk memelihara dan mengelola aset-aset seluruh madrasah, sekolah dan Panti Asuhan NW yang bernaung dibawah Yayasan ini, tidak terkecuali Nurul Haramain.
Nurul Haramain memiliki arti Cahaya dua tanah Haram. Adapun dua tanah haram itu adalah Mekkah dan Madinah. Nama Nurul Haramain sendiri dicetuskan oleh TGH. M. Djuani Muchtar atas usul dari putra beliau TGH. Hasanai Djuaini Lc. M.H. Sedangkan sebab pondok pesantren ini dinamakan Nurul Haramain ada dua, yaitu sebagai kenang-kenangan keberangkatan TGH. M. Djuaini Muchtar dan istri pertama beliau Hj. Zahratul Munawarah berhaji ke Mekkah Al Mukarramah yang ke dua kali dan karena TGH. M. Djuaini Muchtar memiliki nama yang sama dengan nama salah seorang ulama besar bernama Al-Djuaini yang memiliki seorang putra bernama Al Haramain, jadi TGH. M. Djuaini Muchtar menganggap pondok pesantren ini sebagai anak beliau. Alasan pemberian nama yang kedua ini juga karena pertanyaan dan atas persetujuan TGH. M. Zainudin Abd Majid.
Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra beliau dirikan pada tahun 1991 sedangkan Nurul Haramain Putri pada tahu 1995.
Adapun pewakif tanah untuk Nurul Haramain NW Putra adalah TGH. M. Djuaini Muchtar seluas 65 are, sedangkan sisanya dibeli dengan sumbangan dari masyarakat dan hasil pengelolaan pondok.
Dan pewakif tanah untuk Nurul Haramain NW Putri Narmada adalah;
1. TGH. M. Djuaini Muchtar
2. H. Muhammad Rusdi
3. H. Muhammad Nuralip
4. H. Langgeng Justuriadi

Tujuan utama didirakannya Pondok Pesantren Nurul Haramain adalah; untuk menambah porsi pelajaran anak dalam mengkaji dan memperdalam ilmu agama, karena 24 jam bisa dikontrol dan dibimbing langsung oleh para guru. Sistim pengelolaan dan pembelajaran di Pondok Pesantren Nurul Haramain ini adalah perpaduan dari system pendidikan yang diambil dari Pondok Pesantren Modern Gontor, Pondok Pesantren NW Pancor, Kurikulum Depag dan Kurikulum dari Depdikbud.
Selayaknya burung yang terbang, kian lama kian tinggi begitu pula dengan Haramain, kian waktu kian banyak pula hal-hal yang diraih. Dengan berbagai perjuangan dan usaha, terwujudlah Haramain seperti apa yang kita lihat sekarang.

F.  Akhir Hayat TGH. M. Djuaini Muchtar

Sejak tahun 2002 kondisi kesehatan TGH. M. Djuaini Muchtar sudah sangat menurun. Beliau keluar masuk rumah sakit sampai kaki kiri beliau diamputasi pada bulan Maret tahun 2004. tetapi semangat juang beliau tidak pernah kendor, dengan menggunakan kursi roda, tetap memberikan pengajian-pengajian, dengan jadwal sebagai berikut;
n Setiap pagi Senin-Kamis dan sabtu memberikan pengajian Khalaqah kepada para santri Pondok Pesantren Darul Hikmah     NW Tanak Beak di rumah beliau.
n    Setiap pagi Jum’at dan Ahad memberikan pengajian umum kepada masyarakat.

  • Setiap sore Selasa dan Kamis memberikan pengajian Khalaqah kepada santri Pondok Pesantren Nurul Haramain NW         Putra Narmada
  • Setiap sore Rabu dan Sabtu memberikan pengajian Khalaqah kepada santriwati Pondok Pesantren Nurul Haramain NW         Putri Narmada.
  • Setiap malam Senin memberikan pengajian khusus untuk jama’ah ibu-ibu di rumah beliau.
  • Setiap malam Ahad, Selasa, Rabu dan Kamis memberikan pelajaran tajwid kepada santri TPQ Darul Hikmah yang beliau asuh di rumah.

Bahkan seringkali, beliau pulang dari rumah sakit pada sore hari besok paginya memberikan pengajian. Setelah keluar masuk Rumah Sakit bahkan sampai sepuluh kali menjalani operasi dengan komplikasi berbagai macam penyakit akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada hari ahad, 15 Februari 2009 pukul 13.15 WITA di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, beliau berwasiat kepada istri dan putra putri beliau untuk meneruskan perjuangan beliau dan berdo’a untuk kelangsungan dan kemajuan Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Narmada yang sangat beliau sayangi.

A. Kelahiran dan Silsillahnya
Almagfurullahu TGH. Muhammad Djuanini Muchtar dilahirkan di Kampung Pancor Jero, Lombok Timur pada tanggal 18 Agustus 1929 M. bertepatan dengan 11 Shafar 1348 H. Ayah beliau bernama H. Muchtar bin H. Muhammad Qasim alias Jero Mihram. Sedangkan ibunya bernama Hj. Husniyah binti H. Abdul Muhid. Kakek beliau Jero Mihram (H. Muhammad Qasim) adalah seorang bangsawan terpandang dan sangat disegani pada masa pemerintahan “Raja Anak Agung Karang Asem” berkuasa di Pulau Lombok. Jero Mihram adalah Kepala Desa Pancor dan beliaulah yang pertama kali membangun masjid Jami’ “At Taqwa Pancor” pada tahun 1885. kemudian direnovasi sesudah satu abad oleh almagfurullah TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid tahun 1985.
Jero Mihram juga terkenal sebagai seorang pengarang, dengann karyanya “Tembang Monyeh” yang berisi syari’at, tarikat, dan hakikat. Tetapi diselipkkan temtamg percintaan dan kesaktian seekor monyet yang nakal untuk menarik sampah dan menghibur raja “Anak Agung” yang sedang mengadakan pesta besar. Jero Mihram mempunyai beberapa orang istri dan banyak putra putri yang menjadi orang alim, keturunannya juga terkenal cerdas-cerdas.Dan untuk diketahui, kakek buyut Jero Mihram yang bernama Ama Demung adalah pendiri desa Pancor.
H. Muhammad Qasim diberi gelar Jero Mihram karena menjadi kepala Desa Pancor pada waktu itu dan setiap tahun pergi berhaji, menjadi muhrim bagi keluarganya sampai beliau meninggal dunia diatas kapal laut, ketika kembali dari Mekkah seusai mengerjakan ibadah haji, sehingga makam beliau terkenal di “Tengah Samudra” atau “Segare Galuh”. Sedangkan silsilah dari neneknya “Le Silah” alias Inaq Muhammad Tahir alias Papuk Manis binti Ali. Berasal dari Tanak Beak Narmada. Beliau disebut “Papuk Manis” karena terkenal cantik jelita. Ali ayah dari Papuk Manis ini jika ditelusuri silsilahnya merupakan keturunan Sultan Alahudin. Berarti TGH. Muhammad Djuaini Muchtar masih memiliki hubungan darah dengan Sultan Alahudin, yang merupakan pendiri kerajaan Islam Goa.

B. Kehidupan Masa Kecil TGH. M. Djuaini Muchtar
H. Muhammad Qasim (Jero Mihram) mempunyai 28 orang anak diantaranya adalah H. Muchtar. H. Muhtar adalah hasil dari perkawinan beliau dengan Le Silah atau Inaq Muhammad Tahir alias Papuk Manis. Walaupun ayahnya terkenal sebagai penguasa dan kaya raya tetapi keluarga H. Muchtar amat sangat sederhana, lebih-lebih setelah beliau menikah dengan Le Nuramin alias Hj. Husniyah. H. Muchtar berpropesi sebagai tukang jahit pakaian dan sangat amanah terhadap para pelanggannya, sampai-sampai kain perca (kain sisa) sebesar jaripun beliau kembalikan. Ketika, H. Djuaini berumur 10 tahun, H. Muchtar meninggal dunia, maka resmilah H. Muhammad Djuaini dan 6 orang saudara beliau menjadi yatim.
Untuk menghidupi ke 6 orang putra-putrinya, Hj. Husniyah berjualan makanan dan nasi bungkus. H. Djuainilah yang menjadi pedagang dan menjajakannya kepada orang-orang yang lewat, karena saat itu rumah beliau berada di pinggir jalan. Kehidupan keluarga beliau penuh dengan  ketakwaan, kesederhanaan dan kesabaran, Hj. Husniyah adalah seorang ibu yang salehah dan penuh kasih sayang terhadap putra-putrinya. Disamping membantu ibu beliau berjualan, H. Djuaini juga membantu ibunya merawat dua orang adiknya, sehingga bahu kiri beliau lebih rendah dari pada bahu kanan, karena terlalu sering menggendong adik-adik beliau setelah berjualan dan sepulang sekolah.
H. Muhammad Djuaini terlahir 7 (tujuh ) bersaudara, yaitu :
1. H. Najmudin (lain ibu)
2. Hj. Hamliyah/Hj. Husniyah
3. H. Haerudin Muchtar
4. H. Muhammad Djuaini Muchtar
5. Hj. Hululiyah
6. H. Asmuni
7. Hj. Hudriyah (Hj. Nurhasanah)

C. Pendidikan

1. Pendidikan Keluarga
H. Muhammad Djuani sangat beruntung, karena mempunyai ibu yang solehah dan sangat sabar dan penyayang. Ibunda belliaulah yang meletakkan dasar pendidikan agama pada beliau, (beliau sering mengenang dan bercerita pada jama’ah pengajiannya) bahwa ketika beliau masih kecil dan tidur dengan Ibu beliau, beliau tidak diizinkan memejamkan mata sebelum disimak hapalan beliau oleh sang ibunda. Seperti, sifat 20, Al Fatihah, ayat kursi, bacaan-bacaan shalat dan lain-lain. Begitulah cara Hj. Husniyah menanamkan pendidikan agama pada putra-putri beliau.
Hal ini sesuai dengan mahfuzhat yang mengatakan; “Ibu adalah sekolah yang pertama”.
Hj. Husniyah sangat menyayangi H. Djuaini, setelah tua beliaupun ikut ke Tanak Beak Narmada, hingga beliau meninggal dunia pada hari rabu tanggal 19 Januari 1972 dan dimakamkan di kubur Gebong, tempat yang sama dengan makam TGH. Djuaini sekarang.

2. Sekolah Rakyat (SR)
Genap berumur 7 tahun H. Muhammad Djuaini  menyerahkan beliau untuk menuntut ilmu oleh ayah beliau H. Muchtar di SR (Sekolah Rakyat) selama 3 tahun, dan tamat pada tahun 1939.

3. Madrasah NWDI (Madrasah Ibtidaiyah)
Madrasah NWDI diresmikan oleh TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid pada tanggal 22 Agustus 1937 (15 Jumadil Akhir 1356 H) setelah mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda dengan izin yang diterbitkan oleh Kontoliu Oest Lombok pada tanggal 17 Agustus 1936. Peroses belajar mengajar di NWDI ini dibagi menjadi 2 (dua) tingkat, yaitu ;

1). Tingkat Tahdliriyah. Lama belajarnya 3 tahun. Pelajaran pada tingkat Tahdliriyah ini merupakan pelajaran pendahuluan. Materi pelajarannya berupa : Al Qur’an, Ibadah, Tauhid, Sirah, Bahasa Arab dan Muhadatsah. Yang diterima menjadi murid disini adalah mereka yang masih buta huruf latin atau sudah tamat SR tetapi belum bisa membaca Al Qur’an.
2).Tingkat Ibtidaiyah. Lama belajarnya 4 (empat) tahun sebagai lanjutan dari tingkah Tahdliriyah.  Yang diterima di tingkat Ibtidaiyah adalah mereka yang sudah tamat di tingkat Tahdliriyah atau sudah belajar Nahwu, Sharaf, Fiqih sekedarnya diluar madrasah. Masa pelajarannya 100% Agama, seperti di Madrasah Solatiyah Mekkah.

Setelah tamat SR, H. Djuaini dimasukkan ke Madrasah NWDI oleh ayah beliau H. Muchtar. Beberapa lama kemudian ayah beliau meninggal dunia. H. Muhammad Djuaini Muchtar sampai dua kali keluar masuk Madrasah NWDI,  hal ini disebabkan karena keadaan ekonomi ibu beliau sesudah meninggal dunia Ayah beliau dan faktor lain dalam keluarga besar keturunan Jero Mihram. Untuk  yang ketiga kali beliau masuk di Madrasah NWDI sampai tamat pada tahun 1948. dan setelah tamat di Madrasah Ibtidaiyah NWDI Pancor, beliau langsung diminta mengajar oleh TGH. Zainudin Abdul Majid.

4. Madrasah Tsanawiyah NW Pancor
Sambil menagajar di Madrasah Ibtidaiyah NWDI Pancor, TGH. Muhammad Djuaini Muchtar juga belajar di Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Wathan Pancor dan tamat pada tahun 1950. Setelah beliau tamat, beliau langsung dikirim oleh TGH. Muhammad Zainudin Abd Majid untuk membuka madrasah di Narmada.

5. Madrasah Menengah Atas (M.M.A)
Tidak hanya mengajar di Madrasah, TGH. M. Djuaini juga masih terus melanjutkan pendidikan beliau di Madrasah Menengah Atas, meskipun masuknya tidak rutin setiap hari. Dan berhasil lulus pada ujian ekstraning pada tahun 1964.

6. Pendidikan Guru Agama (PGA 6 tahun)
Setelah diangkat resmi menjadi Pegawai Negeri  TGH. M. Djuaini diitugaskan mengajar di 4 (empat) SD di Kecamatan Narmada, yaitu; SDN Tibupiling, SDN Batukumbung, SDN 1 Narmada dan SDN 2 Narmada dengan jam mengajar sebanyak 52 jam.
Sambil mengajar pada keempat SD tersebut, beliau juga ikut ujian ekstraning (ujian persamaan) Pendidikan Guru Agama 6 tahun, dan lulus pada tahun 1970.

D. Keluarga
Istri pertama : Hj. Zahratul Munawarah, Dikaruniai 14 orang anak, yaitu;
1.  (alm) Sya’dudin
2.  (alm) Muhibbah
3.  (alm) Fahriyah
4.  (alm) M. Jurjani
5.  (alm) Khairi Muchtar
6.  (alm) Hudan
7. Hj. Lutfiatun, S. Pd.I
8. TGH. Hasanain Djuaini, Lc. M.H
9. Hj. Muhsinatin, S. Ag
10. TGH. Khairi Habibullah, S. Ag
11. Hj. Ihsaniati Rahmani, S. Pd i
12. TGH. Kholilurrahman, M. Ag
13. (alm) Jalalul Majdi
14. Hj. Fatimatuzzahrah, S. Pd.I

TGH. M. Djuaini Muchtar menikah dengan Hj. Zahratul Munawarah pada tanggal 7 Oktober 1949 di Pancor Lombok Timur, pada saat itu beliau berusia 20 tahun dan istri beliau berusia 16 tahun. Setahun setelah menikah, TGH. M. Djuaini diperintahkkan oleh TGH. M. Zainudin Abdu Majid untuk membuka madrasah di Narmada, yang pada saat itu sedang merajalelanya ajaran Waktu Telu. Dan perintah ini adalah perintah pertama bagi abituren NW untuk membangun madrasah, yang sebelumnya madrasah NW hanya ada di Pancor.
Karena melaksanakan perintah guru beliau, TGH. M. Djuaini pindah ke Narmada dan meninggalkan istri beliau Hj. Zahratul Munawarah di Pancor yang masih melanjutkan sekolahnya. Selama berada di Narmada dan istri beliau di Pancor, TGH. M. Djuaini Muchtar mengunjungi istri beliau seminggu sekali, yaitu pada hari Jum’at dan kembali lagi ke Narmada pada pagi hari Sabtu menggunakan sepeda yang dipinjam dari H. Abdul Azhiem, Kepala Desa Tanak Beak waktu itu.
Hj. Zahratul Munawarah terkenal sangat cantik, pintar dan shalihah. Banyak sekali pemuda yang ingin menyunting beliau. Tetapi Ayah beliau sangat menginginkan beliau untuk menikah dengan TGH. M. Djuani Muchtar. Kemudian, karena banyaknya pemuda yang ingin menyunting beliau, diundilah nama-nama pemuda itu. tapi hingga tiga kali diundi, yang keluar tetaplah nama TGH. M. Djuaini Muchtar. Maka, menikahlah Hj. Zahratul Munawarah yang memiliki nama kecil Jahrah dengan TGH. M. Djuaini Muchtar.
Istri Kedua : Hj. Nurimin Masrurah, S. Pd I. Dikaruniai seorang putra bernama Hafizhurrohman Djuaini. Hj. Nurimin Masrurah adalah anak dari H. Muhammad Nurfahmi Kelana Sintung Lombok Tengah. Hj. Nurimin ini juga salah seorang murid beliau yang menjadi guru dan pengasuh pada masa-masa awal berdirinya Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putri Narmada. Beliau menikah tanggal 24 Maret 2000 setahun setelah istri pertama beliau meninggal dunia.

E. Perjuangan TGH. M. Djuaini Muchtar
TGH. M. Djuaini Muchtar bersama TGH. Afifudin Adnan diperintah oleh TGH. M. Zainudin Abdul Majid untuk membuka madrasah di Narmada pada tahun 1950. Sambil berdakwah melalui pengajian-pengajian ke pelosok-pelosok dusun untuk mengislamkan para penganut waktu telu dan memberikan ilmu pengetahuan agama kepada masyarakat umumnya dengan berjalan kaki, TGH. M. Djuaini mendirikan madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda NW Narmada pada tahun 1951. Dan madrasah inilah sebagai cikal bakal lahirnya madrasah-madrasah yang ada di wilayah Narmada khususnya dan Lombok Barat serta Lombok tengah pada umumnya. Karena alumni-alumni dari Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda inilah yang membantu beliau merintis berdirinya beberapa madrasah.
Selama 59 tahun beliau berjuang dan berdakwah, beliau berhasil merintis dan mendirikan beberapa madrasah dan lembaga social. Beberapa Panti Asuahan yang dirintis oleh TGH. M. Djuaini Muchtar ;
1. Panti Asuhan NW Mataram
2. Panti Asuhan A -Ikhlas NW Narmada
3. Panti Asuhan An-Nur NW Tanak Beak
4. Panti Asuhan An-Nur Putri NW Tanak Beak

Pada edisi ini yang akan dikupas agak mendetail adalah perjuangan TGH. M. Djuaini Muchtar pada lingkup Yayasan Perguruan Pondok Pesantren NW Narmada. Yayasan Perguruan Pondok Pesantren NW Narmada beliau dirikan pada tahun 1986 dengan akte notaries no 45 tannggal 9 Januari 1986 dengan tujuan untuk memelihara dan mengelola aset-aset seluruh madrasah, sekolah dan Panti Asuhan NW yang bernaung dibawah Yayasan ini, tidak terkecuali Nurul Haramain.
Nurul Haramain memiliki arti Cahaya dua tanah Haram. Adapun dua tanah haram itu adalah Mekkah dan Madinah. Nama Nurul Haramain sendiri dicetuskan oleh TGH. M. Djuani Muchtar atas usul dari putra beliau TGH. Hasanai Djuaini Lc. M.H. Sedangkan sebab pondok pesantren ini dinamakan Nurul Haramain ada dua, yaitu sebagai kenang-kenangan keberangkatan TGH. M. Djuaini Muchtar dan istri pertama beliau Hj. Zahratul Munawarah berhaji ke Mekkah Al Mukarramah yang ke dua kali dan karena TGH. M. Djuaini Muchtar memiliki nama yang sama dengan nama salah seorang ulama besar bernama Al-Djuaini yang memiliki seorang putra bernama Al Haramain, jadi TGH. M. Djuaini Muchtar menganggap pondok pesantren ini sebagai anak beliau. Alasan pemberian nama yang kedua ini juga karena pertanyaan dan atas persetujuan TGH. M. Zainudin Abd Majid.
Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra beliau dirikan pada tahun 1991 sedangkan Nurul Haramain Putri pada tahu 1995.
Adapun pewakif tanah untuk Nurul Haramain NW Putra adalah TGH. M. Djuaini Muchtar seluas 65 are, sedangkan sisanya dibeli dengan sumbangan dari masyarakat dan hasil pengelolaan pondok.
Dan pewakif tanah untuk Nurul Haramain NW Putri Narmada adalah;
1. TGH. M. Djuaini Muchtar
2. H. Muhammad Rusdi
3. H. Muhammad Nuralip
4. H. Langgeng Justuriadi

Tujuan utama didirakannya Pondok Pesantren Nurul Haramain adalah; untuk menambah porsi pelajaran anak dalam mengkaji dan memperdalam ilmu agama, karena 24 jam bisa dikontrol dan dibimbing langsung oleh para guru. Sistim pengelolaan dan pembelajaran di Pondok Pesantren Nurul Haramain ini adalah perpaduan dari system pendidikan yang diambil dari Pondok Pesantren Modern Gontor, Pondok Pesantren NW Pancor, Kurikulum Depag dan Kurikulum dari Depdikbud.
Selayaknya burung yang terbang, kian lama kian tinggi begitu pula dengan Haramain, kian waktu kian banyak pula hal-hal yang diraih. Dengan berbagai perjuangan dan usaha, terwujudlah Haramain seperti apa yang kita lihat sekarang.

F.  Akhir Hayat TGH. M. Djuaini Muchtar

Sejak tahun 2002 kondisi kesehatan TGH. M. Djuaini Muchtar sudah sangat menurun. Beliau keluar masuk rumah sakit sampai kaki kiri beliau diamputasi pada bulan Maret tahun 2004. tetapi semangat juang beliau tidak pernah kendor, dengan menggunakan kursi roda, tetap memberikan pengajian-pengajian, dengan jadwal sebagai berikut;
n Setiap pagi Senin-Kamis dan sabtu memberikan pengajian Khalaqah kepada para santri Pondok Pesantren Darul Hikmah     NW Tanak Beak di rumah beliau.
n    Setiap pagi Jum’at dan Ahad memberikan pengajian umum kepada masyarakat.
n    Setiap sore Selasa dan Kamis memberikan pengajian Khalaqah kepada santri Pondok Pesantren Nurul Haramain NW         Putra Narmada
n    Setiap sore Rabu dan Sabtu memberikan pengajian Khalaqah kepada santriwati Pondok Pesantren Nurul Haramain NW         Putri Narmada.
n    Setiap malam Senin memberikan pengajian khusus untuk jama’ah ibu-ibu di rumah beliau
n    Setiap malam Ahad, Selasa, Rabu dan Kamis memberikan pelajaran tajwid kepada santri TPQ Darul Hikmah yang beliau asuh di rumah.

Bahkan seringkali, beliau pulang dari rumah sakit pada sore hari besok paginya memberikan pengajian. Setelah keluar masuk Rumah Sakit bahkan sampai sepuluh kali menjalani operasi dengan komplikasi berbagai macam penyakit akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada hari ahad, 15 Februari 2009 pukul 13.15 WITA di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, beliau berwasiat kepada istri dan putra putri beliau untuk meneruskan perjuangan beliau dan berdo’a untuk kelangsungan dan kemajuan Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Narmada yang sangat beliau sayangi.